KHO PING HOO


Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo (juga dieja Kho Ping Ho) adalah penulis cersil (cerita silat) yang sangat populer di Indonesia. Peranakan Tionghoa ini lahir di Sragen, tanggal 17 Agustus 1926. Beliau meninggal pada tanggal 22 Juli 1994 karena serangan jantung.

Selama 30 tahun ia telah menulis sedikitnya 120 karya. Bila tiap jilid dibaca 25 orang, maka tiap edisinya kira-kira dibaca oleh 1,6 juta orang. Meski menulis cerita-cerita silat Tionghoa, penulis yang produktif ini tidak bisa membaca dan menulis dalam bahasa Mandarin. Ia banyak mendapat inspirasi dari film-film silat Hong Kong dan Taiwan. Kontribusinya bagi sastra Indonesia khususnya Melayu Tionghoa tidak dapat diabaikan.

Karena ia tidak bisa berbahasa Mandarin, banyak fakta historis dan geografis Tiongkok dalam ceritanya tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Namun ini bukan suatu halangan bagi pembaca novel Kho Ping Hoo yang memang sebagian besar tidak pernah sampai ke daratan Tiongkok itu.

Selain karya-karya yang termuat dibawah ini, masih terdapat banyak karya-karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo yang merupakan karangan-karangan lepas (satu judul/kisah tamat) baik berlatar belakang Cina maupun Jawa. Bahkan terdapat serial Pecut Sakti Bajrakirana dan serial Badai Laut Selatan yang berlatar belakang masa Mataram Islam dan zaman Airlangga.

Beberapa sinetron yang ditayangkan televisi Indonesia juga memiliki kesamaan cerita dengan novel Kho Ping Hoo. Beberapa di antaranya adalah sinetron serial Angling darma yang mirip dengan isi cerita Bu Kek Siansu dan sinetron serial Misteri Gunung Merapi yang mirip dengan Alap-alap Laut Kidul (Lindu Aji), dan Bagus Sajiwo. Padahal dalam cerita asalnya, Misteri Gunung Merapi lebih bernuansa daerah Sumatra dengan gunung Sorik Marapi-nya. Tidak tahu apakah ini merupakan kebetulan yang sangat kebetulan sekali ataukah terdapat kenyataan yang lain.

"DIA lebih hebat dari saya. Tak bisa membaca aksara Cina tapi imajinasi dan bakat menulisnya luar biasa. Ceritanya asli dan khas, sangat sulit ditandingi."

Itulah pujian Gan Kok Liong, maestro penerjemah cerita silat Cina, pada rekannya, Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo. Gan yang kariernya berkibar dalam masa yang sama dengan Kho Ping Kho mengalami betul betapa "pamor" penulis satu itu luar biasa.

"Ide-idenya besar, napas ceritanya panjang. Ia seperti tak kehabisan bahan. Seting yang ia bangun dan ciptakan pun kuat," tambah Gan KL, penerjemah yang namanya identik hanya dengan satu cerita Cina, Golok Pembunuh Naga.

Pujian pada Kho Ping Hoo itu bukan hal yang luar biasa. Sebagai "maha guru" para pesilat tangguh sedaratan Cina, namanya menjulang sejak tahun 1950-an sampai sekarang, bahkan ketika ia telah almarhum. Namanya bahkan tetap berkilau ketika era cerita silat bergambar lewat tokoh Djair, Jan Mintaraga, dan Ganesh Th, menyeruak. Bahkan, beberapa karya cerita silat Cina Kho Ping Hoo ikut dicergamkan karena populernya, seperti serial Pendekar Bodoh. Tak cukup hanya itu, beberapa karyanya acap dirilis ulang media massa, difilmkan, disandiwara radiokan, dan kini, di-online-kan, serta disinetronkan. Hal ini memang menjadi tanda, karya Kho Ping Hoo memang masih tersimpan dalam benak para penggemarnya, masih menjadi "nabi" bagi penikmat cerita silat Cina. Sampai kini pun, lewat penerbit CV Gema miliknya, karya-karyanya masih terus dicetak, dan terus mendapat ruang.

Bersandar Kuasa Imajinasi

Kho Ping Hoo lahir 17 Agustus 1926, di Sragen, Jawa Tengah. Sebagai lelaki peranakan Cina yang terhitung miskin dan hidup di kota kecil, ia hanya dapat menyelesaikan pendidikan kelas 1 Hollandsche Inlandsche School (HIS). Namun, ia tetap belajar, memperbanyak bacaan, dan tertantang untuk menuliskan beberapa gagasannya. Ia mulai menulis tahun 1952, dan 6 tahun kemudian, 1958, karya pertamanya, sebuah cerita pendek, dimuat oleh majalah papan atas saat itu, Star Weekly.

Ia pun merasa punya bakat, gairahnya kian memuncak. Namun, sebagai pemula, Kho Ping Hoo tahu, menyaingi para cerpenis mapan saat itu hampir mustahil. Jalur baru ia tempuh, menulis cerita silat!

Silat bagi Kho Ping Hoo bukanlah hal yang asing. Sejak kecil kecil ia telah akrab dengan seni beladiri itu, dikenalkan dan diajari oleh ayahnya. Dan hebatnya, Kho Ping Hoo tak hanya mahir dalam gerak dan pencak, ia pun menelusuri makna filosofi dari tiap gerakan, yang dalam karyanya kelak, menjadi "bumbu" yang luar biasa memukau.

Karya pertamanya pun muncul, Pedang Pusaka Naga Putih, yang dimuat secara bersambung di majalah Teratai, yang ia dirikan bersama beberapa pengarang lainnya. Gairahnya kian terlecut. Tapi, menyandarkan hidup sepenuhnya pada menulis, ia belum berani. Namun, ketika cerbung itu menjadi populer, Ia pun menulis penuh, dan meninggalkan pekerjaanya sebagai juru tulis, dan kerja serabutan lain.

Bahkan, secara kreatif ia menerbitkan sendiri buku cersil tadi dalam bentuk mini, serial buku saku, yang ternyata meledak!

Karya-karya berikutnya pun lahir seperti air bah. Tak hanya cerita Cina, ia pun merangkum cerita berlatar Jawa, di masa majapahit atau sesudahnya. Bahkan, kadang dengan "ideologi" nasionalisme yang ia susupkan, seperti cerita Sepetak Tanah Sejengkal Darah. Kisah percintaan yang sajikan jauh dari kecabulan, kecuali dalam kisah Pendekar Sadis-penuh "tuntunan" moral, yang kadang membuat pembacanya jadi tak sabar. Yang terutama, Kho Ping Hoo dapat menghadirkan cerita yang sangat membumi, akrab, dekat dengan keseharian, melintasi batas agama dan ras, juga kebendaan. Ia secara halus -kadang juga tampak kasar- berhasil memasukkan nasihat, dengan mengambil alih cerita menjadi narasi yang panjang. Tak tahu, adalah ini pengaruh Sutan Takdir Alisyahbana, dengan karya bertendens itu.

Puncak kepopuleran ia raih ketika menetaskan serial Bu-Kek-SianSu, yang mencapai 17 judul cerita, dengan ukuran panjang antara 18 sampai 62 jilid, dan "berakhir" dalam Istana Pulau Es. Cerita ini menjulang melalui tokoh Suma Han dalam Pendekar Super Sakti, yang dia teruskan sampai keanak sang tokoh, Suma Kian Bu dan Suma Kian Le, bahkan ke cucu murid, dengan napas cerita yang tanpa sengal.

Untuk serial berlatar Jawa, ia melahirkan karya yang juga melegenda seperti Perawan Lembah Wilis, Darah Mengalir di Borobudur, dan Badai Laut Selatan. Untuk Darah Mengalir di Borobudur, cerita ini bahkan pernah disandiwararadiokan sebagai tandingan dari cerita Saur Sepuh dan Tutur Tinular dengan tokoh Brama Kumbara.

"Kelemahan yang sekaligus menjadi kekuatan Kho Ping Hoo cuma satu, ia berani memasukan unsure sejarah Cina yang justru tidak ia kuasai penuh, misalnya tahun-tahun dinasti," kritik Gan KL, "Salah, meski tak bermasalah bagi pembaca."

Ya, soal tahun dan masa berdiri suatu dinasti (kekaisaran) dalam cerita Kho Ping Hoo memang hanya pemanis kalau tak mau disebut sebagai tempelan. Ia hanya meletakkan hal itu untuk memudahkan penceritaan. Namun, lanskap, suasana, unsur etnik dan etnografi yang ia paparkan, rasanya cukup kuat dan hampir tak terbantahkan.

Untuk karier kepenulisan selama 30 tahun lebih, jumlah karyanya justru jadi perdebatan. Pemerhati sastra Cina peranakan asal Singapura, Leo Suryadinata dalam bukunya Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia menyebutkan 120 judul. Namun, majalah Forum dalam edisi 9 Januari 2000 mencatat jumlah yang fantastis, 400 judul serial untuk latar Cina, dan 50 judul serial untuk latar Jawa. Sebuah jumlah yang menunjukkan kuasa imajinasi yang tak terpermanai.

Namun, kesaktian empu silat ini akhirnya ditarik yang Kuasa, lewat serangan jantung yang memukulnya, 22 Juli 1994. Ia pun kalah, dan terkubur dengan damai di Solo, dengan meninggalkan nama yang telah melegenda, seperti Legenda Kho Ping Hoo, yang pernah menjadi sinetron andalan TV Swasta.

JUDUL LEPAS (SILAT MANDARIN)
KPH-01 ANTARA DENDAM DAN ASMARA
KPH-02 BAYANGAN BIDADARI
KPH-03 CHENG HOA KIAM
KPH-04 DARAH PENDEKAR
KPH-05 DENDAM MEMBARA
KPH-06 DENDAM SI ANAK HARAM
KPH-07 GIN KIAM GI TO
KPH-08 KILAT PEDANG MEMBELA CINTA
KPH-09 KISAH SI TAWON MERAH DARI BUKIT HENGSAN
KPH-10 KISAH TIGA NAGA SAKTI
KPH-11 KUN LUN HIAP KEK
KPH-12 LIONG -SAN TIONG-HIAP
KPH-13 MUSTIKA GOLOK NAGA
KPH-14 OUW-YANG HENG-TE
KPH-15 PATUNG DEWI KUAN IM
KPH-16 PEDANG ASMARA
KPH-17 PEDANG PUSAKA THIAN HONG KIAM
KPH-18 PEMBAKARAN KUIL THIAN LOK SIE
KPH-19 PENDEKAR BAJU PUTIH
KPH-20 PENDEKAR BUNGA MERAH
KPH-21 PENDEKAR CENGENG
KPH-22 PENDEKAR DARI HOASAN
KPH-23 PENDEKAR GILA
KPH-24 PENDEKAR PEMABUK
KPH-25 PUSAKA GUA SILUMAN
KPH-26 RAJAWALI LEMBAH HUAI
KPH-27 SAKIT HATI SEORANG WANITA
KPH-28 SEPASANG RAJAH NAGA
KPH-29 SI NAGA MERAH BANGAU PUTIH
KPH-30 SI RAJAWALI SAKTI
KPH-31 SI TANGAN HALILINTAR
KPH-32 SI TERATAI EMAS
KPH-33 SULING PUSAKA KUMALA
KPH-34 TIGA DARA PENDEKAR SIAUW-LIM
KPH-35 TOAT-BENG MO-LI
KPH-36 PEK I LI-HIAP
KPH-37 KASIH DIANTARA REMAJA
KPH-38 KISAH SI PEDANG KILAT
KPH-39 PEDANG SINAR EMAS
KPH-40 SI TERATAI MERAH (ANG LIAN LI HIAP)

SERIAL BU KEK SIAN SU (SULING EMAS)
KPH-41 BU-KEK SIAN-SU
KPH-42 SULING EMAS
KPH-43 CINTA BERNODA DARAH
KPH-44 MUTIARA HITAM
KPH-45 ISTANA PULAU ES
KPH-46 PENDEKAR BONGKOK
KPH-47 PENDEKAR SUPER SAKTI
KPH-48 SEPASANG PEDANG IBLIS
KPH-49 KISAH SEPASANG RAJAWALI
KPH-50 JODOH RAJAWALI
KPH-51 SULING EMAS NAGA SILUMAN
KPH-52 KISAH PARA PENDEKAR PULAU ES
KPH-53 SULING NAGA
KPH-54 KISAH SI BANGAU PUTIH
KPH-55 SI BANGAU MERAH
KPH-56 SI TANGAN SAKTI
KPH-57 PUSAKA PULAU ES

SERIAL DEWI SUNGAI KUNING
KPH-58 DEWI SUNGAI KUNING
KPH-59 KEMELUT KERAJAAN MANCU

SERIAL GELANG KEMALA
KPH-60 GELANG KEMALA
KPH-61 DEWI ULAR
KPH-62 RAJAWALI HITAM
SERIAL IBLIS DAN BIDADARI
KPH-63 IBLIS DAN BIDADARI
KPH-64 LEMBAH SELAKSA BUNGA

SERIAL JAGO PEDANG TAK BERNAMA
KPH-65 JAGO PEDANG TAK BERNAMA
KPH-66 KISAH SEPASANG NAGA
KPH-67 PEDANG ULAR MERAH (ANG COA KIAM)
KPH-68 PEDANG PUSAKA NAGA PUTIH

SERIAL KISAH SI NAGA LANGIT
KPH-69 KISAH SI NAGA LANGIT
KPH-70 JODOH SI NAGA LANGIT

SERIAL MESTIKA BURUNG HONG KEMALA
KPH-71 MESTIKA BURUNG HONG KEMALA
KPH-72 KISAH SI PEDANG TERBANG
KPH-73 PEDANG AWAN MERAH

SERIAL NAGA SAKTI SUNGAI KUNING
KPH-74 NAGA SAKTI SUNGAI KUNING
KPH-75 NAGA BERACUN

SERIAL PEDANG KAYU HARUM
KPH-76 PEDANG KAYU HARUM
KPH-77 PETUALANG ASMARA
KPH-78 DEWI MAUT
KPH-79 PENDEKAR LEMBAH NAGA
KPH-80 PENDEKAR SADIS
KPH-81 HARTA KARUN JENGHIS KHAN
KPH-82 SILUMAN GUHA TENGKORAK
KPH-83 ASMARA BERDARAH
KPH-84 PENDEKAR MATA KERANJANG
KPH-85 SI KUMBANG MERAH PENGISAP KEMBANG
KPH-86 JODOH SI MATA KERANJANG
KPH-87 PENDEKAR KELANA

SERIAL PENDEKAR BUDIMAN
KPH-88 PENDEKAR BUDIMAN (HWA I ENG HIONG)
KPH-89 PEDANG PENAKLUK IBLIS
KPH-90 TANGAN GELEDEK (PEK LUI ENG)

SERIAL PEDANG NAGA KEMALA
KPH-91 PEDANG NAGA KEMALA
KPH-92 PEMBERONTAKAN TAIPENG

SERIAL PENDEKAR SAKTI
KPH-93 PENDEKAR SAKTI (BU PUN SU)
KPH-94 DARA BAJU MERAH (ANG I NIO-CU)
KPH-95 PENDEKAR BODOH
KPH-96 PENDEKAR REMAJA

SERIAL PENDEKAR TANPA BAYANGAN
KPH-97 PENDEKAR TANPA BAYANGAN (BU ENG CU)
KPH-98 HARTA KARUN KERAJAAN SUNG

SERIAL RAJA PEDANG
KPH-99 RAJA PEDANG
KPH-100 RAJAWALI EMAS
KPH-101 PENDEKAR BUTA
KPH-102 JAKA LOLA

SERIAL SEPASANG NAGA LEMBAH IBLIS
KPH-103 SEPASANG NAGA LEMBAH IBLIS
KPH-104 PEDANG NAGA HITAM

SERIAL SEPASANG NAGA PENAKLUK IBLIS
KPH-105 SEPASANG NAGA PENAKLUK IBLIS
KPH-106 BAYANGAN IBLIS
KPH-107 DENDAM SEMBILAN IBLIS TUA

SERIAL SI PEDANG TUMPUL
KPH-108 SI PEDANG TUMPUL
KPH-109 ASMARA SI PEDANG TUMPUL

JUDUL LEPAS (SILAT JAWA)
KPH-110 ASMARA DI BALIK DENDAM MEMBARA
KPH-111 BAJAK LAUT KERTAPATI
KPH-112 BANJIR DARAH DI BOROBUDUR
KPH-113 JAKA GALING
KPH-114 KEMELUT DI MAJAPAHIT
KPH-115 KERIS PUSAKA DAN KUDA IBLIS
KPH-116 KERIS PUSAKA NOGOPASUNG
KPH-117 KIDUNG SENJA DI MATARAM
KPH-118 RATNAWULAN
KPH-119 RONDOKUNING MEMBALAS DENDAM
KPH-120 SATRIA GUNUNG KIDUL (SARITAMA)
KPH-121 GEGER DEMAK

SERIAL KERIS PUSAKA SANG MEGATANTRA
KPH-122 KERIS PUSAKA SANG MEGATANTRA
KPH-123 NURSETO, KSATRIA KARANGTIRTA
KPH-124 BADAI LAUT SELATAN
KPH-125 PERAWAN LEMBAH WILIS
KPH-126 SEPASANG GARUDA PUTIH

SERIAL PECUT SAKTI BAJRAKIRANA
KPH-127 PECUT SAKTI BAJRAKIRANA
KPH-128 SERULING GADING
KPH-129 ALAP ALAP LAUT KIDUL
KPH-130 BAGUS SAJIWO
KPH-131 KEMELUT BLAMBANGAN

LAIN-LAIN (NON SILAT)
KPH-132 SEJENGKAL TANAH SEPERCIK DARAH
KPH-133 GEGER SOLO
KPH-134 MERDEKA ATAU MATI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar